Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendesain agar hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang maju Pilpres 2024 dan menjegal langkah Anies Baswedan. Informasi itu disebutnya berasal dari sosok wakil presiden RI.
“Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang tokoh bangsa, yang pernah menjadi wakil presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesign hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan,” tutur Denny dalam akun Twitter pribadinya, Rabu (7/6/2023).
Lewat surat terbuka untuk pimpinan DPR RI, dia meminta agar segera dimulai proses pemakzulan Presiden Jokowi. Salah satunya sikap cawe-cawe terkait kontestasi Pilpres 2024.
Advertisement
“Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY. Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK,” jelas dia.
Denny menegaskan, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya sebagai bukti awal. Dia pun kembali menyarankan DPR melakukan investigasi melalui hak angket yang memang dijamin oleh UUD 1945.
“Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini. Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya,” Denny Indrayana menandaskan.
Jokowi Biarkan Moeldoko Ganggu Demokrat
Denny juga meminta DPR RI memulai proses pemakzulan Presiden Jokowi. Salah satu alasan lantaran kepala negara membiarkan anak buahnya mengganggu kedaulatan partai politik, dalam hal ini Partai Demokrat.
"Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024,” tutur Denny.
Menurut Denny, tidak mungkin Jokowi tidak mengetahui Moeldoko mengganggu Partai Demokrat, salah satunya lewat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, sambungnya, dengan adanya langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko itu, maka Jokowi telah terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.
"Lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala Staf Presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly. Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden,” jelas dia.
Atas dasar itu, Denny mendorong DPR RI segera menggunakan hak angket untuk menyelidiki dan memulai proses pemakzulan Presiden Jokowi.
"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?,” Denny menandaskan.
Advertisement